Sabtu, 24 Oktober 2015

SYOK SEPSIS

Pasien Syok 
Definisi
Sepsis yaitu respon inflamasi sistemik tubuh terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik tersebut,atau sering disebut sebagai systemic inflamatory response syndrome (SIRS), terjadi akibat dari cedera klinis yang berat, misalnya trauma, luka bakar, pankreatitis, infeksi, dan lain-lain. Oleh karena itu, sepsis ditegakkan apabila dicurigai atau terbukti bakteremia pada pasien-pasien dengan SIRS. Dalam perjalanannya, sepsis dapat menjadi sepsis berat, syok septik, hingga menjadi multiple  organ dysfunction syndrome/MODS (lihat Tabel 1).



Patogenesis dan Patofisiologi
Sepsis memiliki angka mortalitas yang sangat tinggi karena dapat menimbulkan kegagalan organ, atau disebut sebagai MODS dan multiple organ failure(MOF). MODS dan MOF terjadi akibat matinya sel pada beberapa organ secara difus. Mekanisme kematian sel tersebut dapat berupa:
  • Nekrosis seluler (jejas iskemik). Infeksi dapat memicu pelepasan mediator inflamasi seperti vasoaktive intestinal peptide, bradikinin, trombosit activating factor, prostanoids, sitokin, leukotrin, histamin, dan NO. Berbagai meditor tersebut akan menyebabkan vasodilatasi, disfungsi endotel, sumbatan pada mikrovaskular, maupun efek vasokonstriksi.
  • Proses apoptosis. Sejumlah mediator inflamasi(seperti NO), perfusi yang rendah, stres oksidatif, toksin lipopolisakarida (LPS), dan glukokortikoid yang dilepaskan dapat memicu proses apoptosis selular, suatu proses kematian sel yang fisiologis dan telah terprogram untuk mengurangi sel-sel yang disfungsional.
  • Kerusakan jaringan akibat mediator leukosit. Migrasi dan pelepasan enzim-enzim degradatif oleh leukosit dapat merusakan struktur jaringan normal sehingga turut menganggu fungsi organ yang bersangkutan. Selain itu, juga terjadi pelepasan reaktive oksigen species yang merusak DNA dan membran sel secara langsung.
  • Hipoksia sitopatik, yaitu suatu gangguan utilisasi seluler. Pada sepsis, kondisi ini disebabkan oleh aktivasi dari PARP (poly-ADP-ribosylpolymerase-l) yang meningkatkan konsumsi NAD intraselular dan mitokondria. NAD+ jumlahnya akan berkurang sehingga terjadi gangguan respirasi selular (menjadi metabolisme anaerob) hingga kematian sel.
Manifestasi Klinis
Syok septik dapat menyebabkan terjadinya perubahan hemodinamik yang dikategorikan  menjadi:
  • Kondisi hiperdinamik ("warm shock"): takikardia, peningkatan cardiac output (atau bisa normal), serta penurunan resistensi pembuluh darah sistemik.
  • Kondisi hipodinamik ("cold shock"). Yaitu suatu bentuk lanjut setelah hiperdinamik, di mana telah terjadi penurunan cardiac output.
Manajeman dan Tatalaksana Sepsis Berat
Manajemen sepsis berat harus sesegera mungkin dilakukan dalam periode emas (golden hours) 6 jam pertama. Secara ringkas, strategi terapi sepsis berat mencakup tiga hal berikut: resusitasi awal dan kontrol infeksi, terapi dukungan hemodinamik, serta terapi suportif lainnya.

A.    Resusitasi Awal dan Kontrol Infeksi
ØResusitasi cairan (dalam 6 jam pertama). Berikan sesegera mungkin pada kondisi hipotensi atau peningkatan laktat serum >4 mmol/L. Resusitasi menggunakan cairan fisiologis, baik kristaloid (NaCl, Ringer Laktat) maupun koloid.
Berikan cairan kristaloid minimal 30 mL/ KgBB bolus cepat selama 30 menit dengan prinsip fluid challenge techniques. Volume yang lebih besar dan cepat dapat diberikan bila terjadi hipoperfusi jaringan. Kecepatan pemberian harus dikurangi apabila tekanan pengisian jantung meningkat tanpa adanya perbaikan hemodinamik. Catatan khusus diberikan pada pasien yang berisiko acute lung injury/acute respiratory distress sydrome (ALI/ARDS): cairan harus dibatasi serta dilakukan peninggian posisi tungkai secara pasif sewaktu melakukan fluid challenge test.
  • Albumin boleh diberikan setelah pasien mendapatkan cairan kristaloid dalam jumlah yang adekuat.
  • Target resusitasi: CVP 8-12 mmHg, MAP 65 mmHg, produksi urin 20,5 mL/KgBB/jam, saturasi oksigen vena cava superior (Scv02) atau vena campuran/mixed vein (Sv02) 65-70%, serta normalisasi kadar laktat serum. 
Ø  Pemberian antibiotik. Diberikan sesuai etiologi berdasarkan hasil kultur darah. Sambil menunggu hasil kultur, berikan antibiotik intravena secara empiris dalam jam pertama: sesual dengan lokasi atau sumber infeksi.
  • Kultur darah. Sampel untuk kultur darah seyogyanya diambil sebelum terapi antibiotik, bila memungkinkan (maksimal 45 menit, antibiotik empiris harus diberikan). Kultur dilakukan secara duplo (pengambilan atau pengujian suatu mikroorganisme yang ada pada sampel atau bahan coba dengan menggunakan perbandingan antara 2 contoh sampel yang di amati mikroorganismenya), masing-masing menggunakan satu botol aerob dan satu botol anaerob, serta ambil diambil secara perkutaneus dan dari perangkat akses vaskular (meski baru dipasang).
  • Antibiotik empiris dalam jam pertama. Lokasi dan sumber infeksi merupakan pertimbangan utama dalam menentukan antibiotik empiris. Berbagai pilihan antibiotik pada syok sepsis dapat dilihat pada Tabel 2. Terapi empiris diberikan dalam durasi terbatas 7-10 hari, atau lebih lama bila ada fokus infeksi yang sulit dicapai oleh Obat atau kondisi imunodefisiensi.
  • Kontrol sumber infeksi. Lokasi anatomis infeksi harus ditentukan dan diintervensi dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Bila perangkat akses vaskular yang curigai sebagai sumber infeksi, lakukan penggantian segera setelah akses baru dipasang. 
B.     Terapi Dukungan Hemodinamik 
         a)Pemberian agen vasopresor dan inotropik.
Vasopresor diberikan untuk menjaga tekanan arteri rerata (MAP) 265 mmHg dan inotropik diberikan pada pasien dengan disfungsi miokardium (peninggian tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah).
Vasopresor pilihan pertama ialah norepinefrin. Pemberia

n epinefrin (ditambahkan setelah norepinefrin) dapat dipertimbangkan untuk menjaga tekanan darah tetap adekuat. Vasopresin dosis 0,03 U/menit dapat ditambahkan pada norepinefrin untuk meningkatkan MAP atau menurunkan dosis norepinefrin. 
Penggunaan dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya diberikan pada pasien tertentu, seperti risiko rendah mengalami takiaritmia, bradikardia absolut atau relatif).
       b) Kortikosteroid. Pemberian hidrokortison intravena (dosis 50 mg setiap 6 jam selama 7 hari) hanya direkomendasikan bagi pasien dewasa dengan syok septik yang tidak mengalami perbaikan tekanan darah setelah resusitasi cairan dan terapi vasopresor. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk mengobati sepsis tanpa adanya kejadian syok, kecuali adanya riwayat penyakit endokrin atau pemakaian steroid sebelumnya.
C.     Terapi Suportif Lainnya 

Ø  Transfusi darah. Transfusi packed red cells (PRC) diberikan bila Hb g/dL. Target transfusi ialah Hb 7,0-9,0 g/dL pada dewasa. Pada kasus sepsis berat, transfusi trombosit diberikan apabila jumlah trombosit 5000/mm3 tanpa adanya perdarahan, atau pada jumlah trombosit 5000-30.000/mm3 bila ditemukan ada perdarahan yang signifikan. Batasan lebih tinggi (≥ 50.000/mm3) seringkali dibutuhkan untuk keperluan operasi atau prosedur invasif. Penggunaan eritropoietin maupun fresh-frozen plasma tidak direkomendasikan untuk pemberian rutin tanpa adanya indikasi khusus.

Ø  Kontrol glikemik. Kondisi hiperglikemia ditambah dengan resistensi insulin yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk infeksi, menyebabkan polineuropati, hingga menjadi kegagalan organ multipel dan kematian. Dalam hal ini, pemberian insulin dan glukosa ditujukan untuk mencegah katabolisme, menekan inflamasi, dan meningkatkan imunitas. 
Kontrol kadar glukosa tinggi pada pasien sakit kritis (critically ill) hanya boleh dilakukan dengan pemberian insulin dan glukosa. Target: gula darah serum 180 mg/dL. Kadar glukosa serum harus dimonitor setiap 1-2 jam hingga laju insulin dan glukosa stabil, lalu dilanjutkan monitor setiap 4 jam. Pemeriksaan glukosa melalui darah kapiler tidak direkomendasikan.

Ø  Profilaksis trombosis vena dalam. Profilaksis dilakukan dengan pemberian low-molecular weight heparin (LMWH) setiap hari: enoxaparin 40 mg SC sehari sekali, dengan target aPTT I ,5-2,5 kali kontrol. Bila bersihan kreatinin <30 mL/menit, gunakan dalteparin 2500-5000 IU SK sehari sekali atau jenis lain yang lebih minimal dimetabolisme oleh renal. 
Kontraindikasi pemberian heparin ialah pada pasien dengan trombositopenia, koagulopati berat, perdarahaan aktif, dan riwayat perdarahan intraserebri. Pada kasus tersebut, direkomendasikan teknik profilaksis mekanik, seperti kompresi dengan stoking atau perangkat lainnya, kecuali ada kontraindikasi.

Ø  Profilaksis ulkus stres (stress ulcer). Penggunaan H2-antagoni (ranitidin IV 50 mg/ 8 jam atau penghambat pompa proton (orneprazol IV 40 mg/ 12 jam atau pantoprazol IV 40-80 mg/12-24 jam) dapat diberikan pada pasien dengan faktor risiko. Pasien tanpa faktor risiko tidak perlu diberikan.

Ø Manajemen nutrisi. Prioritaskan rute oral atau enteral, bila memungkinkan, dalam 48 jam pertama setelah diagnosis sepsis berat/syok septik. Rute enteral ditambah intravena glukosa juga lebih direkomendasikan daripada nutrisi parenteral total. Pemberian kalori diberikan secara bertahap (500 kalori/hari), dan tingkatkan bila memungkinkan. Hindari pemberian nutrisi kalori tinggi pada minggu pertama. 
Referensi
  • The International Surviving Sepsis Campaign Guidelines Committee. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock, 2012. crit care Med 2013;39: 165-228.
  • Patel GP, Balk RA. Systemic steroids in severe sepsis and septic shock. Am J Respir Crit Care Med. 2012;9.
  •  Alhazzani W, Alenezi F, Jaeschke RZ, Moayyedi P, Cook DJ, Proton pump inhibitors versus histamine 2 receptor antagonists for stress ulcer prophylaxis in critically illpatients: a systematic review and meta-analysis. Crit Care Med 2013;41 
  • Alhazzani W, Lim W, Jaeschke RZ, Murad MH, Cade J' Cook DJ. Heparin thromboprophylaxis in medical-surgical critically ill patients: a systematic review and meta-analysis of randomized trials. Crit Care Med. 2013;41 

0 komentar:

Posting Komentar