Jumat, 01 Januari 2016

Dilema Etik Kedokteran; Bayi Tabung

I.                   Definisi Konsep
Bayi tabung (fertilisasi in vitro) adalah usaha manusia untuk mengadakan pembuahan, dengan menyatukan atau mempertemukan antara ovum dengan spermatozoa dalam sebuah tabung gelas. (Handayani F, 2013)
Bayi tabung merupakan proses pengambilan sperma laki-laki dan ovum perempuan yang kemudian dicampur di dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan, kemudian disarangkan ke dalam rahim kembali sehingga dapat tumbuh janin sebagaimana mestinya. (Zubaidah S, 2002)
II.                Prosedur Tindakan
Apabila ditinjau dari segi sperma, dan ovum serta tempat embrio ditransplantasikan, maka bayi tabung dapat dibagi menjadi 8 (delapan) jenis yaitu (Zubaidah S, 2002):
a. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
b. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri, lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengganti (surrogate mother);
c. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal dari donor, lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
d. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovumnya berasal dari misteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
e. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya berasal dari misteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother;
f. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya berasal dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim  surrogate mother;
g. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lau embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri’
h. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
Dalam kasus-kasus penggunaan teknologi bayi tabung baru mencakup 5 (lima) jenis, yaitu: jenis a, b, c, d dan g. Prosedur dari tindakan bayi tabung, terdiri dari beberapa tahapan (Sondakh H R, 2015):
1.      Pengobatan Merangsang Ovarium
Pada tahap ini istri diberi obat yang merangsang ovum, sehingga dapat mengeluarkan banyak ovum dan hanya satu ovum yang berkembang selama siklus haid. Obat dapat diberikan secara oral maupun intravena. Obat diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan dihentikan setelah ovumnya matang. Pemantauan ovum dilakukan dengan alat ultrasonografi (USG).
2.      Pengambilan Ovum
Pengambilan ovum dilakukan jika jumlah ovum sudah banyak. Pengambilan ini dilakukan dengan suntikan dibawah vagina dengan pemantauan USG.
3.      Pembuahan (Fertilisasi) Ovum
Setelah beberapa ovum berhasil dikeluarkan, maka dilanjutkan dengan menyeleksi sperma. Sperma akan diproses, sehingga hanya spermatozoa yang baik saja yang akan dipertemukan dengan ovum dalam tabung gelas di laboratorium. Ovum dan spermatozoa yang sudah bertemu akan dibiak dalam lemari pengeram. Pemantuan berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan sel.
4.      Pemindahan Embrio
Jika sudah terbentuk embrio, embrio ini akan dipindahkan melalui
vagina ke dalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian.
5.      Pengamatan Terjadinya Kehamilan
Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan HCG untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.

III.             Dilema Etik
a.       Sisi Medis
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya tuba fallopii yang membawa ovum ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membukanya atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan ovum, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, atau mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan ovum di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran dan menghambat suami isteri untuk memiliki anak.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan –antara sel sperma suami dengan sel telur isteri– dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi itu lalu diletakkan pada tempatnya yang alami, yakni rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal.
Teknologi bayi tabung merupakan upaya kehamilan di luar cara alamiah. Dalam hukum Indonesia, upaya kehamilan di luar cara alamiah diatur dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal ini dinyatakan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Jadi, yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung. Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa/penitipan rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia.
Menurut Soetedjo (2011), Selama 25 tahun, keberhasilan bayi tabung sekitar 30-40% dan relatif tetap. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan bayi tabung :
1.      Faktor usia yang lebih ditekankan pada usia perempuan mana angka infertil pada usia 30-34 tahun sekitar 15%, meningkat 30% pada usia 35-39, dan 64% pada usia 40-44 tahun.
2.      Faktor suami walaupun tidak begitu bermakna dibandingkan perempuan. Misalnya hanya 23% keberhasilan bayi pasangan dengan usia suami di atas 50 tahun. Angka keberhasilan kelahiran hasil rekayasa dari bayi tabung pada wanita usia 40-43 tahun hanya 2-5% dan lebih dari 44 tahun belum dilaporkan adanya keberhasilan, penurunan keberhasilan terjadi setelah umur 35 tahun.
3.      Menipisnya cadangan sel telur, kelainan dari sperma pria yang sukar dikoreksi, adanya kelainan ganda pada sistem reproduksi wanita, atau semua hasil pemeriksaan normal namun infertil angkanya sekitar 10-30% (unexplained infertilitas)

b.      Sisi Ekono-sosio-kultural
Dari segi ekonomi, bayi tabung tergolong relatif mahal. Mahalnya biaya merupakan salah satu penghambat terlambatnya satu pasangan untuk memilih alternatif ini. Proses ini mahal karena melibatkan berbagai aspek yang berkaitan dengan teknologi tinggi serta berbagai bahan yang harus di impor.
Dari segi sosio-kultural, kedudukan sebagai anak akan dipertanyakan dalam bayi tabung. Hukum yang mengatur mengenai bayi tabung di Indonesia belum ada, namun untuk hukum yang mengatur tentang status hukum anak tertera dalam pasal 250 KUHP diatur tentang pengertian anak sah yakni tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya. Selanjutnya dalam Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa "Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah".
Pada prinsipnya  kedua pendapat dan pandangan di atas menyetujui penggunaan teknik bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim misteri dan kedudukan yuridis anak tersebut adalah sebagai anak sah. Anak sah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak yang dilahirkan secara alami. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. (Sondakh H R, 2015)

c.       Perspektif Islam
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah didalamnya.
Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan dari Anas ra bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)
Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut, disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri. Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demikian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. (Handayani F, 2013)
Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada hari kiamat nanti). (HR. Ad Darimi)
Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).
IV.             Pendapat
Dilihat dari tiga sisi di atas, pendapat dari penulis bahwa bayi tabung merupakan solusi pemecahan masalah terhadap infertilitas. Tindakan ini dapat membantu pasangan yang sudah menginginkan buah hati sejak menikah. Hal ini juga merupakan bentuk ikhtiar untuk memiliki keturunan sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.
Ketika langkah langkah pengobatan sudah di tempuh dan tidak membuahkan hasil maka bayi tabung dapat menjadi alternatif pilihan. Bayi tabung yang menjadi pilihan di sini yang sah menurut hukum negara dan sesuai dengan hukum islam, yang tidak haram. Dan metode yang dibolehkan yaitu dengan menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim misteri kembali. Sehingga tidak ada campur aduk dan penghilangan nasab dan sah baik secara islam maupun hukum negara.
Agar tidak terjadi kesalahpahaman persepsi status anak dalam bayi tabung sebaiknya pemerintah segera merealisasikan undang-undang yang mengatur mengenai bayi tabung.
V.                Kesimpulan
·         Bayi tabung merupakan proses pengambilan sperma laki-laki dan ovum perempuan yang kemudian dicampur di dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan, kemudian disarangkan ke dalam rahim kembali sehingga dapat tumbuh janin sebagaimana mestinya.
·         Prosedur tindakan bayi tabung yaitu dengan pengobatan sehingga merangsang ovarium, pengambilan ovum yang sudah matang, pembuahan ovum, dan pemindahan kembali ke embrio
·         Upaya kehamilan di luar cara alamiah diatur dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
·         Keberhasilan bayi tabung berkisar 30-40%.
·         Biaya yang dikeluarkan untuk bayi tabung relatif mahal.
·         Bayi tabung sah secara hukum negara dan boleh secara hukum islam jika prosedur tindakan bayi tabung menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri.

VI.              Referensi
Handayani F. 2013. Problematika Bayi Tabung menurut Hukum Islam. Hukum Islam. 13:1. 109-119.
Soetedjo. 2011. Etikomedikolegal. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Sondakh R H. 2015. Aspek Hukum Bayi Tabung di Indonesia. Lex administratur. 3:1. 66-74.

Zubaidah S, 2002. Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya dalam Perspektif Hukum Islam. Al Mawarid (7th ed). 45-55.

0 komentar:

Posting Komentar