Jumat, 01 Januari 2016

Dilema Etik Kedokteran; Air Susu Ibu perah (ASIP)

A.    Definisi / Konsep
Air Susu Ibu perah (ASIP) merupakan Air Susu Ibu (ASI) yang dikeluarkan secara sengaja baik dengan menggunakan tangan maupun dengan peralatan khusus. ASI sendiri adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk sumber gizi bayi. Keunggulan ASI sudah lama diyakini dan dibuktikan baik oleh para peneliti, tenaga kesehatan maupun para ibu-ibu yang menyusui dan bayi mereka masing-masing yang mengkonsumsi ASI.
WHO (Badan Kesehatan Dunia) secara resmi telah merekomendasikan bahwa ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan seorang bayi, pada saat usia 6 bulan mulai diberikan makanan pendamping ASI yang berkualitas dan pemberian ASI diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih. Hal ini semakin menegaskan perlunya dan pentingnya pemberian ASI bagi seorang bayi, terutama bayi prematur.
Sayang sekali, banyak wanita yang tidak dapat menyusui bayinya, namun karena mengakui keunggulan ASI dan ingin menghindari berbagai macam masalah kesehatan dan tumbuh kembang bayi dan anak yang terkait dengan penggunaan susu formula, maka para wanita tersebut tetap ingin memberikan ASI kepada bayi-bayi mereka. Di sisi lain, beberapa ibu mempunyai produksi dan simpanan ASI perah yang berlebih, sehingga sayang untuk dibuang dan mereka memilih untuk mendonorkan ASI perah tersebut. WHO sendiri telah menetapkan protokol pemberian asupan bagi bayi sesuai dengan urutannya sebagai berikut:
1. ASI langsung dari ibunya,
2. ASI perah dari ibunya,
3. ASI donor dari ibu lain, dan
4. Susu formula.
Oleh karena itu, banyak ibu yang tidak dapat menyusui bayinya mencari donor ASI dari ibu lain agar bayinya tetap dapat mengonsumsi ASI dan terhindar dari masalah kesehatan terkait susu formula.

B.     Gambaran Proses / Prosedur
1.      Menyiapkan perlengkapan
Perlengkapan memerah ASI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan ibu, yaitu :
a.       Gelas/cangkir untuk menampung ASI perah
b.      Botol untuk menyimpan ASI yang sudah diperah
c.       Label dan spidol
d.      Cooler box/ termos dan blue ice
e.       Jika diperlukan memerah dapat menggunakan pompa ASI

2.      Persiapan sebelum memerah ASI
a.       Melakukan sterilisasi wadah ASI. Caranya dengan memasukkan air mendidih ke dalam wadah tersebut, lalu dibiarkan selama beberapa menit kemudian buang airnya.
b.      Menyiapkan lap atau tisu yang bersih.
c.       Mencuci tangan sampai bersih/dengan menggunakan sabun sebelum menyentuh payudara dan wadah ASI.
d.      Kondisi ibu harus tenang dan santai.
e.       Bila memungkinkan payudara dapat dikompres lebih dulu dengan lap yang telah dibasahi air hangat.
f.        Melakukan pemijatan ringan pada sekeliling payudara.

3.      Cara menyimpan ASI perah
a.       Tempat penyimpanan ASI perah disarankan menggunakan botol kaca, karena lemak-lemak dalam ASI tidak akan banyak menempel dibanding dengan botol plastik. Selain itu, botol kaca juga relatif murah dan bisa digunakan berulang kali.
b.      Bila ASI perah disimpan dalam botol kaca, hendaknya botol jangan diisi terlalu penuh. Hal ini bisa menyebabkan botol pecah saat disimpan di dalam freezer. Maka isikan ASI perah kurang lebih ¾ botol saja.
c.       Pastikan botol yang akan digunakan untuk menyimpan ASI perah sudah dicuci dengan sabun dan sebelum digunakan bilas dengan air panas.
d.      Simpan ASI perah ke dalam botol steril dan tutup dengan rapat, dan jangan sampai ada celah yang terbuka.
e.       Botol diberi label berupa jam, tanggal pemerahan, dan nama untuk membedakan dengan ASI perah milik orang lain.
f.        ASI perah harus disimpan dalam lemari pendingin. Pisahkan ASI perah dengan bahan makanan lain yang tersimpan dalam lemari pendingin.
g.      Untuk jangka panjang sebaiknya sebagian ASI perah disimpan di dalam freezer, dan simpan sebagian di lemari pendingin untuk jangka pendek.

Tabel 1. Petunjuk Penyimpanan ASI
Tempat Penyimpanan
Suhu
Lama Penyimpanan
Dalam ruangan (ASIP segar)
19 – 26 C
6 – 8 jam di ruangan ber AC atau 4 jam di ruangan tanpa AC
Dalam ruangan (ASIP beku yang telah dicairkan)
19 – 26 C
4 jam
Kulkas (ASIP segar)
< 4 C
2 – 3 hari
Kulkas (ASIP beku yang telah dicairkan)
< 4 C
24 jam
Freezer (lemari es 1 pintu)
0 sampai -18
2 minggu
Freezer (lemari es 2 pintu)
-18 sampai -20C
3 – 4 bulan

Deep Freezer
Suhu stabil di -20C atau kurang
6 – 12 bulan

h.      ASI perah diletakkan di bagian dalam freezer atau lemari pendingin, bukan di bagian pintu agar tidak mengalami perubahan dan variasi suhu.
i.        Lemari pendingin atau freezer bisa diganti dengan termos dengan es batu.

4.      Cara penyajian ASI perah
a.       Sehari sebelum penggunaan, ASI perah beku yang tersimpan di freezer diturunkan ke lemari pendingin. Tujuannya agar ASI perah yang beku dapat mencair secara bertahap.
b.      ASI perah dikeluarkan dari lemari es secara berurutan dari jam perah paling awal atau FIFO (First In, First Out).
c.       Mengambil ASI perah sesuai kebutuhan, yang kira-kira langsung dihabiskan.
d.      ASI perah dihangatkan dengan cara merendam botol berisi ASI perah dalam wadah yang berisi air suhu ruangan lalu diganti dengan air yang lebih hangat.
e.       ASI perah tidak dihangatkan dengan air mendidih atau direbus karena akan merusak kandungan gizi.
f.        Menyiapkan cangkir kecil atau cangkir dan sendok untuk meminumkan ASI perah kepada bayi.
g.      Jika ASI perah sudah mencair, ASI mesti dikocok perlahan (memutar searah jarum jam) agar cairan di atas bercampur dengan cairan bawah. Cairan atas biasanya terlihat agak kental, dikarenakan kandungan lemak yang lebih banyak. Bukan berarti ASI perah tersebut sudah basi.

C.    Dilema Etik
1.      Segi medis
Dari segi medis, masalah yang ditekankan dalam hal donor ASIP adalah mengenai kualitas dari ASI perah yang diberikan. ASI perah yang didonorkan kepada bayi lain harus memiliki standar kebersihan yang mencukupi dan tidak mengandung bibit penyakit yang dapat menular ke bayi yang menerima donor ASI perah tersebut. Ada beberapa penyakit yang dapat menular melalui pemberian ASI seperti HIV, Hepatitis B dan C, HTLV dan CMV. Penyakit-penyakit tersebut sangat dikhawatirkan dapat menular melalui pendonoran ASI perah, apalagi bayi yang akan menerima donor ASI perah tersebut adalah bayi yang memiliki kekurangan dalam hal fisik, seperti bayi prematur, dan lain-lain. Hal ini yang menyebabkan beberapa dokter tidak menyarankan untuk pemberian donor ASI perah.

2.      Ekono-sosio kultural
Dari segi ekono-sosio kultural, ada beberapa hal yang menjadi dilema yaitu:
a.       Biaya yang diperlukan  skrining meliputi tes HIV, human T-lymphotropic virus (HTLV), dan hepatitis B dan hepatitis C dan CMV (bila akan diberikan pada prematur) tidak sedikit, selain itu pada pendonor yang meragukan tes ini harus diberikan setiap 3 bulan sekali. Permasalahan ini dan banyaknya Ibu yang harus memberikan ASI eksklusif dan ditambah tidak semua Ibu memiliki keadaan ekonomi yang sama membuat hal ini sulit untuk dilakukan, terutama dalam menjamin keamanan dari ASI pendonor.
b.      Belum adanya badan yang melakukan seleksi masal bagi pendonor dan melakukan regulasi secara masif. Di Indonesia sendiri baru AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui  Indonesia) yang menggalakkan donor ASI ini dan baru tercapai di kota-kota besar. Selain itu hal ini baru sebatas edukasi dan perluasan regulasi belum secara konkrit mengatur kualitas pendonor dan ASI pendonor.
c.       Saat ini banyak pendonor yang menawarkan secara online pada ibu-ibu yang membutuhkan di internet dan belum ada perlindungan konsumen yang melindungi hal tersebut.

3.      Islamic perspektif
Indonesia merupakan penduduk dengan mayoritas muslim. Dalam pengaturan ASI ini dikatakan bahwa seorang Ibu yang memberikan Air Susunya kepada bayi yang bukan anaknya maka antara anak kandung dan anak yang disusuinya akan menjadi saudara sepersusuan, dianggap mahram dan tidak boleh menikah, sebagaimana dicantumkan didalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 Allah SWT berfirman:
وَأُمَّهَـٰتُڪُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٲتُڪُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَةِ...
(Diharamkan atas kamu mengawini) ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan” (QS An Nisa: 23).
Meninjau lebih jauh, menurut kajian normatif, melalui teori yang dikemukakan oleh Abu Hanifah bahwa ASI harus murni, tidak tercampur dengan benda lain. Teori Ibn Hazm bahwa persusuan adalah persusuan yang dilakukan secara langsung terhadap puting seorang perempuan atau Ibu. Disamping itu, teori Maqashid as-syari’ah, tujuan ditetapkannya hukum Islam, yakni terkait dengan berdirinya bank ASI, yaitu untuk membantu bayi yang sangat membutuhkan ASI.
Pratik donor ASI yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain tidak dapat membawa konsekuensi hukum mahram antara perempuan pemilik ASI atau pendonor dengan anak pengguna ASI tersebut sebab praktik pendonoran ASI tidak memiliki beberapa kriteria dan syarat bagi terwujudnya hubungan mahram persusuan. Beberapa hal yang dianggap tidak memenuhi kriteria tersebut adalah:
a.       Penyusuan tidak dilakukan secara langsung,
b.      ASI tidak murni, dan
c.       Tidak ada penyaksian proses pendonoran dan penyususan secara langsung.

D.    Solusi / Penyelesaian Dilema Etik
1.      Segi medis
Untuk menjaga kualitas ASI yang akan didonor dan kesehatan bayi yang akan menerima donor ASI, maka perlu adanya penapisan bagi ibu yang akan mendonorkan ASI-nya. Penapisan tersebut untuk menyingkirkan ASI yang berasal dari ibu yang memiliki kontraindikasi seperti ibu yang memiliki resiko terinfeksi penyakit HIV, Hepatitis B dan C, HTLV dan CMV; ibu yang mngonsumsi obat-obatan, alkohol atau merokok. Agar penapisan ini dapat berjalan sesuai standar kesehatan yang berlaku, maka harus ada lembaga atau organisasi yang khusus mengatur permasalahan mengenai donor ASI perah ini sendiri. Selain itu, pemberian edukasi kepada ibu-ibu yang tidak dapat menyusui sendiri agar tidak serta-merta memberikan donor ASI perah kepada bayinya tanpa penapisan terlebih dahulu atau tidak diketahui secara jelas asal-usulnya untuk menghindari kemungkinan timbulnya permasalahan kesehatan pada bayi tersebut.

2.      Ekono-sosio kultural
Untuk mengatasi masalah yang sudah disebutkan di atas, sangat dibutuhkan adanya peran dari pemerintah baik dari segi dana maupun jasa, melihat mahalnya biaya untuk melakukan penapisan dan penyeleksian masal, serta belum meratanya kegiatan tersebut ke daerah daerah terpencil. Untuk masalah donor ASI online, sebaiknya dilakukan edukasi sejak awal bagi ibu-ibu untuk tidak memberikan donor ASI perah kepada bayinya jika tidak diketahui secara jelas asal-usulnya atau diadakan kerjasama dengan tim dokter sebagai perantara, sehingga ASI perah yang berasal dari pendonor online ditampung terlebih dahulu untuk diseleksi sebelum diberikan kepada yang membutuhkan.

3.      Islamic perspektif
Masalah ini sebenarnya masih diperdebatkan dikalangan ‘ulama dengan dalil sulitnya untuk melihat hubungan mahram antara pendonor dan yang menerima donor. Namun jika memang donor ASI perah sangat dibutuhkan, perlu adanya syarat yang sangat ketat, yaitu pendataan identitas secara lengkap antara pendonor dan penerima donor. Setiap ASI yang dikumpulkan di bank ASI harus disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang meminum ASI tersebut harus dicatat identitasnya secara lengkap dan frekuensi mengkonsumsi ASI dari pendonor yang sama. Jika bayi sudah 5 kali meminum ASI yang sama, maka kedua keluarga harus dipertemukan dan diberi sertifikat hubungan sepersusuan. Sehingga selanjutnya jelas terjadi pengharaman pernikahan diantara mereka seperti saudara kandung yang menjadi mahram mereka.

E.     Kesimpulan
Melihat dilema yang ada saat ini, sangat dianjurkan kepada ibu-ibu yang baru saja melahirkan untuk tetap menyusui bayinya dengan ASI-nya sendiri agar terjamin kualitasnya tanpa mengkhawatirkan permasalahan yang akan muncul kedepannya. Namun jika memang tidak memungkinkan untuk menyusui sendiri, ada 2 alternatif yang dapat digunakan yaitu menggunakan donor ASI perah atau dengan menggunakan susu formula. Jika ingin menggunakan donor ASI perah, sebaiknya memperhatikan kemungkinan masalah yang akan muncul baik dari segi medis, ekono-sosio kultural, maupun dari segi agama sehingga tidak akan menjadi kekhawatiran tersendiri kedepannya.

F.     Referensi
Brent, N., 2013. The Risks and Benefits Of Human Donor Breast Milk diunduh dari http:// The risks and benefits of human donor breast milk. [Pediatr Ann. 2013] – PubMed – NCBI.htm pada 20 November 2015
Fahnani, A., 2012. Bank Air Susu (ASI) Dalam Tinjauan Hukum Islam. IAIN Walisongo, Semarang
Istianah, 2010. Donor ASI (Air Susu Ibu) dan Implikasinya Terhadap Hubungan Kemahraman. Universitas Islam Negeri, Yogyakarta
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Mari Dukung! Menyusui dan Bekerja. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan
Keputusan Menkes RI No. 237/MENKES/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu
Tasya, A. Rangkuman Peraturan Perundangan Di Indonesia Menyangkut Air Susu Ibu (ASI). Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia , Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar