I. Definisi Isltilah / Konsep
Saksi ahli merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengevaluasi suatu perdebatan hukum dan investigasi kriminal. Saksi ahli akan menyediakan pernyatan tertulis untuk diberikan kepada pengadilan sebelum terdakwa memberikan pendapat mereka. Pernyataan yang diberikan oleh saksi ahli tidak terikan dengan pengadilan sehingga dapat ditolak dengan alasan yang cukup. Banyak saksi ahli tergantung pada kasus apa yang sedang diperdebatkan. Untuk medical expert (saksi ahli medis) memberikan kesaksian terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan kesehatan / kedokteran. Sebagai contoh saksi ahli forensik akan menyediakan laporan autopsi atau sebuat pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan. (R.B. Erman and F. Eroglu, 2013) Dokter yang berperan sebagai saksi ahli harus tetap obyektif sehingga keadilan dapat ditegakkan sesuai dengan fakta kedokteran yang akurat. Dimana fakta tersebut selain bersifat obyektif juga harus menyeluruh dengan menyertakan dasar pemikiran dan sumber darimana pendapat ahli dikemukakan. Keterangan ahli yang telah diajukan di depan pengadilan harus merupakan keterangan ahli yang sifatnya independen, imparsial, tidak bias dan tidak dalam pengaruh baik bentuk maupun isinya sehingga saksi ahli tidak dapat berperan sebagai advokat. (Henky, 2015) Menurut pasal 1 angka 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Berikut merupakan kode etik dari saksi ahli yang berupa expert impartiality, confidentiality, fees, ex parte communication, conflict of interest, dan profesionalism.
1. Expert Impartiality
Expert impartiality merupakan kode etik untuk saksi ahli dimana tidak terdapatnya keberpihakan. Seorang saksi ahli wajib membantu pengadilan mengenai hal-hal yang relevan dengan keahlian ahli, dan seorang ahli menyediakan pernyataan yang relevan dan lengkap dari berbagai penelitian yang sesuai dengan kasus. Sehingga seorang saksi ahli tidak diperbolehkan untuk menimbang-nimbang konsekuensi apa yang akan diterima oleh tersangka yang nantinya akan menjadikan sifat expert impartial dari seorang saksi ahli menjadi saksi ahli yang tidak impartial.
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 7 angka 3 disebutkan bahwa: “Seorang dokter yang dalam posisi tidak tak-berpihak/bebas (imparsial/independen) atau patut menduga tidak sepenuhnya imparsial/independen terhadap kepentingan dalam pembuatan surat keterangan dan/atau pendapat ahli sebagaimana dimaksud, wajib memberitahukan posisi dirinya kepada pihak berwenang dan klien/pasien yang akan diperiksanya serta seyogyanya menyerahkan urusan pembuatan tersebut kepada dokter lain yang paling/lebih imparsial/independen.”
2. Confidentiality
Seorang saksi ahli harus tetap menjaga kerahasiaan atas kasus yang ada.
3. Ex Parte Communication
Seorang saksi ahli tidak boleh terlibat komunikasi dengan hakim dalam sebuah kasus.
4. Confict of Interest
Seorang saksi ahli harus memberikan pendapatnya secara logis dan konsisten serta dapat dijelaskan dengan evidence yang ada. Dengan demikian, saksi ahli harus mengungkapkan kepentingan sebagai seorang ahli dalam suatu kasus.
5. Profesionalism
Profesionalisme saksi ahli diperlukan sesuai dengan pengetahun dan kemampuannya. Saksi ahli tidak diperbolehkan untuk memberikan pendapat atau kesaksian yang tidak benar dan tidak boleh menyembunyikan atau menghancurkan bukti atau dokumen yang ada.
Sikap profesionalisme saksi ahli adalah dengan memberikan bukti atau kesaksian: (dikutip dari KODEPOI)
ü Jujur
ü Melakukan kajian menyeluruh, adil dan berimbang tentang fakta-fakta dan perawatan medis tersedia, termasuk informasi yang relevan
ü Memberikan bukti atau kesaksian hanya dalam hal-hal yang memiliki relevan klinis pengalaman dan pengetahuan di bidang kedokteran yang merupakan subjek dari kompetensi
ü Mengevaluasi perawatan medis yang disediakan dalam standar yang berlaku umum, tidak melecehkan kinerja yang substandar dari praktek yang berlaku umum, tidak mendukung atau menerima kinerja di bawah standar tersebut.
ü Mengevaluasi perawatan medis yang disediakan dalam standar yang diterima secara umum pada saat terjadi kejadian
ü Menyatakan pendapat secara jujur bila ada variasi dari standar yang berlaku umum
ü Memberikan bukti atau kesaksian yang lengkap, obyektif, berbasis ilmiah, dan membantu untuk sebuah resolusi persidangan
ü Membuat perbedaan yang jelas antara praktek sesuai standar dan hasil yang tak diinginkan sebagai risiko pengobatan, memberikan pendapat untuk menentukan apakah ada hubungan kausal antara dugaan malpraktik yang tidak sesuai standar dan hasil medis yang terjadi
ü Menyerahkan kesaksian kepada pengawas, jika diminta, oleh organisasi profesi, rumah sakit, badan peer review dan negara
6. Fees
Saksi ahli berhak atas penggantian atas pekerjaan yang sudah dilakukan dengan adil, bahkan dapat mengenakan biaya akan tetapi masih dalam nilai wajar sesuai dengan pekerjaannya.
Saksi ahli membantu pengadilan dalam menyelesaikan sebuah isu atau kasus dengan memberikan keterangan berdasarkan perngetahuannya. Sehingga ahli boleh memberikan kesaksian berdasarkan pengetahuan umumnya berdasarkan pengalaman profesionalisme, memberikan fakta yang ada berdasarkan pengetahuan khususnya, dan memberikan fakta dan kesimpulan dengan mengaplikasikan dengan aturan dan prinsip pengetahuan tersebut. Dengan demikian seorang saksi ahli tidak menjawab pertanyaan atau menerangkan masalah diluar batas keahliannya. (R.B. Erman and F. Eroglu, 2013)
Saksi ahli yang sudah ditunjuk oleh pengadilan harus memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan. Berdasarkan KUHP pasal 224, apabila saksi ahli tersebut tidak memberikan bantuannya maka dapat dikenakan sanksi. Bunyi KUHP pasal 224 “Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan”. Selain itu juga disebutkan dalam pasal 179 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter tersebut adalah dengan wajib memberikan keterangan ahli dan wajib mengucapkan sumpah atau janji.
Secara umum, seorang expert atau saksi ahli yang akan dipilih dilakukan pengumpulan dan evaluasi evidence. Saksi ahli tersebut dipilih dari daftar nama yang ada ditangan komisi pengadilan propinsi. Boleh mengambil saksi ahli dari luar akan tetapi dengan syarat ahli tersebut dapat membantu dalam pengambilan keputusan dengan alasan yang cukup atau memadai. Saksi ahli yang ditunjuk dapat lebih dari 3 orang untuk satu kasus, sehingga mereka dapat mengumpulkan pendapat yang berbeda untuk dicari solusi diantara, karena apabila hanya mendatangkan satu expert maka hal tersebut tidak cukup untuk mempengaruhi keputusan pengadilan. Dalam kasus kriminal, saksi ahli ditunjuk oleh seorang prosecutor investigasi selama fase pretrial dan ditunjuk oleh pengadilan selama fase trial. Selama fase trial baik prosecutor, tersangka, maupun pihak yang menuntut dapat meminta pendapat ahli dari pengadilan. Sehingga seorang ahli harus memenuhi kualifikasi sebagai ahli yakni ditentukan oleh hakim, tidak diatur dalam undang-undang, diperlukan kompetensi, dan memiliki kewenangan dengan ditunjuknya oleh hakim. (R.B. Erman and F. Eroglu, 2013)
Seorang saksi ahli dipilih berdasarkan gelar, kualifikasi, professional experience, pendidikan lanjutan, publikasi dan atau apakah anggota organisasi profesional. (J. Fordham, 2013)
Seorang saksi ahli harus memenuhi kualifikasi tersebut dikarena seorang saksi ahli dapat memberikan alat bukti sah berupa keterangan ahli (KUHAP Pasal 184) Selain itu, seorang saksi ahli harus memiliki sifat jujur, obyektif, menyeluruh, ilmiah dan imparsial dalam memberikan keterangan ahli. Imparsial berarti ketidakberpihakan seorang saksi ahli yang akan membuat keputusan pengadilan menjadi jelas dan tidakadanya bias dalam memberikan keterangan sehingga hasil akhir akan menjadi adil bagi kedua belah pihak yang berselisih. Menurut Anne Gulland, 2015, saksi ahli bukanlah seorang yang membuat keputusan akan tetapi saksi ahli hanya sebagai pemberi informasi dan mereka berhak mendapatkan ganti atas informasi yang sudah diberikan berupa uang (fees). Karena opini saksi ahli digunanakan sebagai asesment dan evaluasi. Experts witness haruslah seorang yang benar-benar expert dalam bidangnya yang sebelumnya telah ditraining dan atau memiliki pengalaman untuk diperbolehkan memberikan evidence nya. (J. Fordham, 2013)
II. Dilema Etik (Ditinjau dari sisi medis, ekonososiokultural, islamis perspektif)
Dilema etik merupakan suatu masalah yang dapat melibatkan dua atau lebih landasan moral dari suatu tindakan akan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya sehingga harus didapatkan keputusan mengenai tindakan tersebut. Dilema etik dapat bersifat personal maupun profesional. Dilema etik personal berkaitan dengan masalah pada diri sendiri, apabila dilema eik profesional berkaitan dengan orang lain atau sejawat atau seprofesi yang menyebabkan perbedaan pendapat.
Berikut adalah dilema etik ditinjau dari sisi medis, ekonososiokultural, dan perspektif islam.
A. Sisi Medis
Sebagai seorang dokter yang ditunjuk untuk menjadi saksi ahli yang menangani kasus yang dialami oleh teman sejawat sendiri menjadi suatu dilema diri dalam memberikan kesaksiannya. Akan tetapi sumpah dokter yang sudah diikrarkan sebelumnya menjadi panduan bagi seorang dokter dalam bertindak dan mengingat apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Selain itu di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia yang sudah ditetapkan yaitu pasal 7 disebutkan bahwa seorang dokter haruslah dalam posisi independen atau imparsial dan mempertanggungjawabkan profesinya. Dokter dapat dijadikan seorang saksi ahli dan harus bersikap jujur atas apa yang sudah disampaikan kepada pengadilan. Wajib bersikap jujur baik yang berhubungan dengan pasien maupun teman sejawat karena seorang dokter harus bertanggungjawab dalam menjags martabat dan keluruhan profesi kedokteran dan menjunjung tinggi kejujuran dalam rangka menjaga tingkat kepercayaan publik. Selain itu dalam pasal 9 angka 2 dan 3 KODEKI disebutkan bahwa (3) setiap dokter yang berpengalaman profesi dan memiliki kelebihan dalam bidang keilmuan, pengalaman, perhitungan dan pemahaman pengabdian profesi wajib memberikan nasehatnya apabila diminta kepada sejawat bermasalah dan/atau konfik etikolegal. (4) Seorang dokter seyogyanya tidak mengomentari secara tidak bijak atau memberikan komentar negatif atas terapi yang diberikan sejawatnya, tanpa mengetahui dasar kebijakan atau metodologi yang sesungguhnya.
Menurut pasal diatas, apabila saksi ahli memberikan keterangan ahlinya haruslah sesuai dengan pengalaman, ilmu, maupun pengetahuan yang sesuai dengan ahli tersebut sehingga dalam memberikan keterengan sifatnya adalah obyektif tanpa melihat salah satu pihak. Untuk itu saksi ahli bersifat imparsial bukan tidak imparsial. Apabila saksi ahli memiliki sifat tidak imparsial dalam pemberian keterangan ahli maka akan merugikan salah satu pihak dan bersifat tidak adil didepan pengadilan. Apabila ditemukan teman sejawat melakukan kelalaian medis atau melakukan sesuatu hal yang sifatnya disengaja dan dalam ranah ilmu kedokteran hal tersebut dikatakan salah maka tetaplah seorang saksi ahli memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, begitupun sebaliknya. Apabila tuduhan yang diberikan oleh pihak penggugat tidak dapat dibenarkan oleh ilmu kedokteran maka, saksi ahli harus menyatakan dan menyampaikan bagaimana prosedur yang sesuai dan yang benar.
B. Sisi Ekonososiokultural
Saksi ahli merupakan orang yang memiliki kemampuan, pengalaman, dan profesional dalam bidangnya yang dapat memberikan keterangan ahli yang diminta oleh pihak pengadilan atau prosecutor. Apabila pihak pengadilan menunjuk seorang saksi ahli maka wajib hukumnya untuk memberikan keterangan (KUHAP Pasal 224). Akan tetapi hal ini menjadi dilema oleh karena KODEKI juga mengatur untuk profesional menjaga kerahasian pasien. Untuk itu dokter dihadapkan dengan dua kewajiban, yaitu kewajiban menyimpan kerahasiaan kedokteran dan kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai ahli, yang dari dua kewajiban itu harus dipilih salah satu. Secara sosial kita dihadapkan untuk membantu sesama guna menegakkan keadilan. Saksi ahli tidak boleh melihat dari sisi ekonomi, meskipun saksi ahli berhak atas penggantian.
C. Persektif Islam
Dalam islam diajarkan untuk selalu berbuat atau berkata yang benar. Islam sangat menjunjung tentang kebenaran. Saksi ahli harus berkata, berbuat, dan menuliskan keterangan ahli dengan jujur, obyektif, dan tidak bias sehingga keterangan yang diberikan dapat menjadi suatu alat bukti dalam pengadilan. Selain itu, saksi ahli diharapkan dapat membantu memberikan kebenaran akan suatu masalah yang sedang disidangkan berdasarkan keahlian yang dimilikinya. Oleh karena itu, imparsiality dari seorang saksi ahli sangat berperan disini, sebab ketidakberpihakan dari seorang saksi dapat memberikan hal yang adil bagi kedua belah pihak. Apabila saksi bersifat tidak imparsial maka informasi atau opini yang diberikan tidak dapat dibenarkan dan cenderung membela kesalah satu pihak sehingga opini tidak dapat diterima. Saksi ahli sangat berperan disini karena apa yang disampaikan oleh saksi ahli dapat mempengaruhi hasil dari pengadilan dan membantu hakim dalam memutuskan suatu perkara. Berdasarkan QS. Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah (5): 2)
Sebelum seorang saksi ahli memberikan pernyataannya sebelumnya disumpah terlebih dahulu. Salah satunya menyatakan dengan sebenar-benarnya. Selain itu saksi asli tidak boleh berbuat yang dapat mencelakan orang lain atau merugikan orang lain. Ditunjang dengan hadits berikut : “Dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan Al Khudri r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain”.
Berikut merupakan lafal sumpah yang diucapkan oleh saksi ahli “Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai ahli telah/akan memberikan keterangan menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya, tidak lain dari yang sebaik-baiknya. Apabila saya tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan.”
III. Pendapat Terkait Solusi / Penyelesaian Dilema Etik
Saksi ahli dalam hal ini adalah seorang dokter yang memiliki keahlian khususnya dalam bidangnya apabila diminta oleh pihak pengadilan untuk memberikan keterangannya terkadang dihadapkan dengan dilema etik. Dilema etik tersebut adalah saksi ahli yang seharusnya bersifat imparsial justru dapat berubah menjadi saksi ahli tidak imparsial. Tidak imparsial berarti seorang saksi ahli dapat memihak ke salah satu pihak yang nantinya akan merugikan pihak lain. Karena saksi ahli yang tidak imparsial akan membenarkan suatu perkara yang salah dan menyalahkan yang benar. Untuk itu dibutuhkan suatu keteguhan hati dan sumpah sebelum saksi ahli memberikan keterangannya. Selain itu dilema etik yang dihadapi oleh seorang saksi ahli adalah adanya dua kewajiban yang saling tumpang tindih yaitu kewajiban dalam menjaga kerahasiaan pasien dan kewajiban untuk memberikan keterangan di depan pengadilan. Untuk itu, saksi ahli (dokter) harus memilih untuk tetap memberikan keterangan untuk pengadilan apabila dirinya sudah ditunjuk untuk menjadi seorang saksi ahli. Akan tetapi hal-hal yang diungkapkan hanyalah berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan ilmu yang didapatkan sesuai bidangnya. Saksi ahli tidak boleh memberikan keterangan apabila ahli tersebut inkompeten. Sedangkan untuk keterangan mengenai data medis pasien, seorang dokter yang menjadi saksi ahli hanyalah memberikan keterangan berdasarkan apa yang terjadi sekarang. Sebagai contok kedokteran forensik diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik baik luar maupun dalam dari korban maka dokter forensik hanya menyebutkan temuan apa yang dapat dilihat dari korban. Atau seorang ahli orthopedi memberikan keterangan berupa pendapat ahli atau kesaksian hanya boleh memberikan pendapat sesuai dengan pengalaman klinisnya yang relevan dan/atau pengetahuan orthopaedi khusus / subspesialis yang berhubungan dengan kasusnya. Saksi ahli dapat mengundurkan diri apabila terdapat hubungan antara saksi ahli dengan pihak tergugat atau yang mengajukan gugatan. Sehingga akan menghindarkan dari ketidakimparsial dari saksi ahli.
IV. Kesimpulan
Saksi ahli merupakan seseorang yang karena pendidikannya atau pengalaman khususnya, dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang suatu pokok masalah, sehingga dapat membentuk pendapat yang tepat atau mengambil kesimpulan yang benar yang nantinya pendapat yang diungkapkan akan membantu dalam menyelesaikan perkara di depan pengadilan. Saksi ahli dapat ditunjuk oleh seorang presecutor dan hakim. Apabila seorang yang sudah ditunjuk memiliki kewajiban untuk memberikan keterangannya. Karena apabila tidak memberikan pendapatnya dapat dikenai sanksi sesuai dengan pasal 224 KUHAP. Sedangkan KODEKI juga mengatur untuk tetap menjaga kerahasiaan dokter dan dalam Pasal 322 KUHP justru mengharuskan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia tentang hal-hal yang dilihat dan diketahui terkait jabatan dan pekerjaannya. Seorang saksi ahli harus memiliki sikap jujur, obyektif, menyeluruh, ilmiah, imparsial, rapi, santun, siap, tegas, dan yakin. Apabila saksi ahli tidak tegas dan tidak yakin dalam memberikan keterangan maka saksi ahli tersebut dapat dianggap inkompeten terhadap kasus karena keraguanya.
Imparsial berarti tidak memihak atau bebas. Imparsial atau independen akan memberikan keadilan untuk kedua belah pihak apabila persidangan sudah diputuskan. Saksi ahli dalam memberikan pendapat atau keterangan ahli didasari dengan bukti ilmiah yang ada dan dapat diuji kebenarannya. Karena opini saksi ahli digunakan sebagai asesment dan evaluasi. Experts witness haruslah seorang yang benar-benar expert dalam bidangnya yang sebelumnya telah ditraining dan atau memiliki pengalaman untuk diperbolehkan memberikan evidence nya.
V. Referensi
Dewi, L. W. Ratna., 2013. Wajin Simpan Rahasia Kedokteran Versus Kewajiban Hukum Sebagai Saksi Ahli. Vol : XVIII No.3
Erman, Baris R., Eroglu, F., 2013. Role of Medical Experts in Courts Under Turkish Law. Department of Criminal Law and Criminal Procedure, Yeditepe University Law Faculty, Atasehir, Istanbul, Turkey. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2013
Fordham, Judith. 2013. Giving Expert Evidence: A Guide. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2013
Gulland, Anne., 2015. Independent, impartial, and truthful: an expert witness reports. http://careers.bmj.com/
Harahap, Yahya M., 2010. Permasalahan, Permasalahan dan Penerapan KUHP. Jakarta: Sinar Grafika.
Purwadianto, Agus., et al. 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar