I. Definisi Konsep
Dalam pengertian medis, terminasi embrio atau kehamilan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menghentikan kehamilan dengan kematian dan pengeluaran janin baik menggunakan alat-alatan atau obat-obatan pada usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri. Sementara dalam Black’s Law Dictionarymenyebutkan “abortion is the spontaneous or artificially induced expulsion of an embryo or fetus. As used in legal context refers to induced abortion”. Selain itu terdapat beberapa definisi terminasi kehamilan oleh para ahli, yaitu:
a. Eastman, terminasi kehamilan adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya 400-1000 gram atau kehamilan kurang dari 28 minggu.
b. Jeffcoat, terminasi kehamilan yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable.
c. Holmer, terminasi kehamilan yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana proses plasentasi belum selesai.
Terminasi kehamilan dari sudut hukum adalah lahirnya buah kandungan sebelum waktunya oleh suatu perbuatan seseorang yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan. Dalam pengertian ini, perhatian dititikberatkan pada kalimat, “oleh suatu perbuatan seseorang yang bersifat sebagai suatu perbuatan pidana kejahatan”, sehingga tidak termasuk terminasi kehamilan yang terjadi secara sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar yang disebut abortus spontaneous.
II. Prosedur Tindakan
Secara umum, terminasi kehamilan dibagi atas 2 macam (Nainggolan, 2006), yaitu :
1. Terminasi yang bersifat spontan, merupakan 10-12% dari semua kasus terminasi kehamilan.
2. Terminasi yang bersifat buatan (provocation) yang merupakan 80% dari semua kasus terminasi kehamilan. Jenis terminasi ini dibagi atas dua bentuk, yaitu:
a. Terminasi kehamilan provokatus medicinalis yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan alasan atau pertimbangan medis.
b. Terminasi kehamilan provokatus kriminalis yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan dengan sengaja dengan melanggar berbagai ketentuan hukum yang berlaku.
A. Terminasi Kehamilan Provokatus Medicinalis
Di klinik, untuk menolong nyawa ibu, kadang-kadang kandungan perlu diakhiri. Indikasi untuk terminasi kehamilan ini harus ditentukan oleh tenaga kesehatan ahli yaitu dokter. Hal ini memerlukan persetujuan tertulis daripada ibu hamil dan suami atau keluarga. Dalam melakukan aborsi teraupetik dokter tidak dipidanakan karena alasan kemanusiaan dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15 (Tadjuddin,2011).
Adapun indikasi dapat dilakukannya aborsi teraupetika yaitu:
a. Indikasi obstetrik : eclampsia berat, kelainan hipertensi (konvulsi dan koma)
b. Keganasan : karsinoma serviks invasif, karsinoma ovarium, kanker payudara dengan metastasis.
c. Kardiovaskular : penyakit katup jantung, gagal jantung, penyakit jantung kongenital, fibrilasi atrium.
d. Respirasi : insufisiensi respiratorik seperti bronchitis kronis dan asma
e. Psikologis dan emosional
f. Kondisi yang menyebabkan abnormalitas fetal : infeksi, terpapar obat berbahaya, inkompabilitas rhesus.
Pada trimester pertama metode yang digunakan dapat menggunakan obat-obatan maupun bedah. Obat-obatan yang digunakan adalah prostaglandin, antiprogesteron, sedangkan untuk bedah yaitu aspirasi vakum, dilatasi dan kuratase.
Pada trimester kedua, metode medis yang digunakan adalah salah satu atau kombinasi dari instilasi intrauteri dari larutan saline hipertonik (NaCl 20%) atau urea atau rivanol dan prostaglandin melalui berbagai rute. Larutan ini dimasukan ke dalam kantung amnion dari fetus atau ke ruang extra-amnion. Metode bedah yang dilakukan termasuk dilatasi dan kuretase, histeretomi, histerektomi.
B. Terminasi kehamilan provokatus kriminalis
Jenis tindakan terminasi ini dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil, dan yang membantu tanpa adanya indikasi teraupetik. Secara hukum tindakan ini melanggar ketentuan yang berlaku.
C. Metode-metode yang dipakai dalam terminasi kehamilan
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam terminasi kehamilan provokatus kriminalis yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan penyelidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian ibu. Berdasarkan survei, cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%), prostaglandin/suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormone (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%), pemijatan (79%).
- Kekerasan mekanik
Metode ini dilakukan langsung pada uterus atau tidak langsung dapat menyebabkan kongesti dari organ pelvis dan menyebabkan perdarahan diantara uterus dan membrane pelvis. Metode ini seperti (1) penekanan berat pada abdomen seperti pemukulan, penendangan, pengurutan, (2) aktivitas berlebihan seperti mengendarai sepeda, meloncat dari ketinggian, (3) cupping, meletakan sebuah sumbu api pada area hypogastrium dan menutupnya dengan sebuah mangkuk yang kemudian menyebabkan penarikan oleh mangkuk tersebut yang menyebabkan separasi plasenta dibawahnya, (4) pemijatan pada dinding abdomen (Maitre & Bouchard, 2006).
- Lokal, yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan manipulasi vagina dan uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio, pemasangan luminaria stif atau kateter kedalam serviks, manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi dengan pemecahan selaput amnion atau penyuntikan dalam uterus.
- Obat-obatan
Obat-obatan yang sering dipakai di masyarakat awam untuk pengguguran dapat dibagi dalam beberapa golongan (1) Emmenogogues, obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae, (2) Ecbolics, obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivate ergot, kinina, ekstrak pituitary, estrogen sintetik. Untuk tujuan abortikum obat ini digunakan dalam dosis tinggi, (3) obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang menyebabkan muntah (emetikum) seperti asam tartar yang menyebabkan eksitasi uterus untuk kontraksi dengan adanya kontraksi dari lambung dan kolon, (4) obat traktus GIT pencahar seperti caster oil, croton oil, magnesium sulfat yang menyebabkan perdarahan di daerah pelvik meningkat yang mempengaruhi konsepsi, (5) obat yang iritan genitourinarius yang mempengaruhi refleks kontraksi uterus seperti Tansy oil, turpentine oil, ekstrak cantharidium, kalium permanganas yang menyebabkan inflamasi dan perdarahan karena erosi pembuluh darah, (6) obat iritan seperti racun seperti iritan inorganic metalik seperti timah, antimony, arsenic, fosforus, merkuri. Iritan organik seperti papaya, nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, jus calotropis. Abortion pill F-6103 yang dikembangkan di Swedia yang mengandung diphenyl-ephylene. (Maitre & Bouchard, 2006).
III. Dilema Etik
Di Indonesia, aborsi yang sudah diatur dalam KUHP sudah sangat memadai dan bahkan sangat serius dalam upaya penegakan tindak pidana aborsi. Perundang-undangan pidana di Indonesia mengenai aborsi mempunyai status hukum yang illegal sifatnya karena melarang aborsi tanpa pengecualian. Dengan demikian, KUHP tidak membedakan abortus provokatus criminalis dan abortus provocatus medicinalis/thearupetic. Dapat diketahui bahwa alasan aborsi itu dilakukan tetap melanggar hukum yang berlaku di Indonesia (Juita & Heryanti, 2002).
a. Medis
Di negara yang melegalkan tindakan aborsi, negara tersebut beralasan karena sudah mempunyai tenaga kesehatan dan teknologi kesehatan yang baik, sehingga dapat meminimalisir risiko dan mereka dapat memanfaatkan kemajuan kedokteran. Selain itu tindakan aborsi yang legal melalui syarat-syarat seperti misalnya tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu yang kritis. Tetapi tetap saja tenaga kesehatan harus meminimalkan intervensi untuk aborsi, selagi hal yang menjadi penyebab aborsi dapat dicegah dan diatasi.
Di negara yang yang pengakhiran kehamilan belum legal, karena masih menggunakan tenaga penolong tradisional seperti dukun dengan alat primitif sehingga risiko komplikasi lebih besar. Selain itu diperkirakan sebagai penyebab kematian ibu.
b. Ekono-sosio kultural
Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai norma dan etika budaya ketimuran, karena budaya timur yang memegang kuat agama. Saat ini masalah aborsi tidak hanya merupakan masalah individu tetapi juga merupakan masalah sosial karena menyangkut kesehatan perempuan dan menghasilkan dampak serius terhadap situasi demografis di seluruh negeri dan pada suasana psikologis dalam masyarakat dan keluarga. Sebagai aturan, sebagian besar masyarakat melawan aborsi tetapi pada kondisi tertentu bahkan konservatif setuju bahwa aborsi diperlukan atau tak terelakkan. Selain itu, para ahli ekonomi sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan.
c. Islamic perspektif
(1) Dari segi islam dengan menimbang Firman Allah SWT dari QS. Al-An’am:151, QS. Al-Isra:31, QS. Al-Furqan:63-71, QS al-Hajj:5
”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Isra:31)
(2) Hadist Nabi SAW
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah bersabda:
“sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaanya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku.. ketiga genap empat puluh hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara yaitu penetuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya baik yang celaka maupun yang bahagia” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari segi Islam, terdapat larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ada;ah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya, dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan adzab yang besar” (QS. An Nisa:93)
(3) Qai’dah Fiqh
“menghidarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan”
“keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)”
“hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat”
(4) Ulama
- Imam al Ghazali dari kalangan mazhab Sayfi’i: jika nutfah (sperma) telah bercampur dengan ovum (ikhtilath) di dalam rahim dan siap menerima kehidupan (isti’dad liqabul al-hayah), maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinayah)
- Ulama Al-Azhar dalam Bayan li-an Nas min al-Azhar asy-Sayrif:
Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha, pertama boleh (mubah) secara mutlak, tanpa ada harus alasan medis (‘uzur); ini menurut ulama Zaidiyah sekelompok ulama Hanafi—walaupun sebagian dari mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan medis. Kedua, mubah karena adanya alasan medis dan makruh jika tanpa uzur. Ketiga, makruh secara mutlak. Keempat, haram ini menurut pendapat mu’tamad oleh ulama Maliki dan sejalan dengan mazhab zahiiri yang mengharamkan ‘azl (coitus interruptus); hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya bertumbuh kembang.
(5) Berdasarkan fatwa MUI (2005), maka:
Ketentuan umum:
a) Darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
b) Hajat adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan yang berat.
a. Ketentuan Hukum:
c) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding Rahim ibu (nidasi)
d) Aborsi dibolehkan karena ada uzur, baik bersifat darurat maupun hajat.
1. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang ditentukan oleh dokter, dan dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa ibu.
2. Keadaa hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kelak kalua lahir sulit disembuhkan, kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama, kebolehan aborsi sebagaimana maksud (hajat) dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi yang dibolehkan karena uzur sebagaimana dimaksud poin (2) hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk pemerintah.
4. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
IV. Pendapat Terkait Dilema Etik
Terminasi kehamilan jika dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu medis, hukum, sosial, budaya, ekonomi dan agama merupakan tindakan yang dilarang untuk dilakukan. Tetapi tindakan ini menjadi diperbolehkan pada indikasi tertentu yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan hal yang lebih buruk. Seperti kondisi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan janin dan korban perkosaan yang boleh dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
V. Kesimpulan
Terminasi embrio atau kehamilan atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum fetus dapat hidup sendiri diluar kehamilan. Abortus dibagi menjadi dua yaitu abortus alamiah/natural/spontan dan abortus provocatus (terdiri dari terapitikus dan kriminalis). Metode yang dapat digunakan dalam abortus antara lain kekerasan mekanik yang terbagi menjadi dua yaitu secara umum dan lokal, pemakaian obat-obatan dan instrument. Dari aspek medicolegal, kebanyakan Negara tidak melegalkan tindakan aborsi ini kecuali ada indikasi medis, akan tetapi terdapat juga beberapa Negara yang melegalkan tindakan ini. Di Indonesia, terdapat peraturan yang mengatur dalam KUHP Indonesia yang menyebutkan bahwa segala tindakan terminasi kehamilan adalah tidak dibenarkan tanpa pengecualian, kemudian pada UU No.23 tahun 1992 pasal 15 (sekarang UU No.36 tahun 2009 pasal 75) membenarkan tindakan terminasi kehamilan yang mempunyai indikasi medis atas tujuan menyelamatkan nyawa si Ibu.
VI. Note referensi daftar pustaka terkait peraturan
Pengaturan mengenai abortus provokatus terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan. Berikut pengaturannya:
a) Abortus provokatus yang tidak dilegalkan menurut hukum di Indonesia
Diatur KUHP dalam Buku kedua XIV tentang kejahatan Kesusilaan pasal 299 dan BAB XIX pasal 346-349 dan digolongkan ke dalam kejahatan nyawa.
- BAB XIV KUHP
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian, atau jika dia seorang dokter, bidan, juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian maka dicabut haknya dalam melakukan pencarian tersebut.
- Bab XIV KUHP
Pasal 346 KUHP
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 KUHP
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 KUHP
1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
Pasal 349 KUHP
“jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan bedasarkan pasal 346 ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348 maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
b) Abortus provokatus yang dilegalkan menurut hukum di Indonesia
- BAB III KUHP
Pasal 48
“barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”
Pasal ini merupakan rujukan kepada undang-undang Nomor 23 tahun 1992 dan UU No.36 tahun 2009. Uraian pengaturan aborsi dalam UU No.36 tahun 2009:
Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2) Larangan sebagaimana dimaksud pasal 1 dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia kehamilan dini, baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan, atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pasal 2 hanya dapat dilakukan setelah mendapat konseling dana taut kesehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagaimana dimaksud pasal 2 dan ayat 3 diatur dalam PP.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis.
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
c. Dengan persetujuan ibu hamil
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 2 dan ayat 3 yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194
“setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
DAFTAR PUSTAKA
Budihartie, A.,2011. Legalisasi Abortus Provokatus Karena Pemerkosaan Sebagai Implementasi Hak Asasi Perempuan, Jurnal Penelitian Univ Jambi Seri Humaniora, 13:2
Juita S.R., Heryanti B.R., 2002. Perlindungan Hukum Pidana Pada Korban Perkosaan Yang Melakukan Abortus Provokatus, Gramedia, Jakarta.
Maitre, S.C., Bouchard P., 2006. Medical Termination of Pregnancy, The New England Journal Of Medicine.
MUI, 2005. Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Aborsi. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 446-456
Nainggolan, L.H., 2006. Aspek Hukum Terhadap abortus Provokatus Dalam perundang-undangan Di Indonesia. Jurnal Equality, 11:2
Tadjuddin, N., 2011. Praktik Aborsi Ditinjau dari sisi Hukum dan Reproduksi, Jurnal Hukum FK Unhas, 1:1
0 komentar:
Posting Komentar