DEFINISI
Kehamilan yang tidak disengaja dibedakan menjadi dua macam, yaitu kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan yang terlalu dini. Pada kehamilan yang tidak diinginkan, ada dua macam ketidakinginan, pasangan memang tidak ingin memiliki anak atau sudah punya anak tetapi tidak mengininkan anak lagi. (CDC, 2015)
Kehamilan yang tidak diinginkan ini biasanya disebabkan karena tidak menggunakan alat kontrasepsi dan adanya kelalaian atau kesalahan dalam menggunakan alat kontrasepsi. Adanya kehamilan yang tidak diinginkan dapat berpengaruh terhadap hubungan antara ibu dan anak nantinya atau sang ibu sendiri dapat melakukan aborsi. Selain itu, apabila seorang wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan nantinya akan berpengaruh pada ketidakoptimalan dalam proses melahirkan. Wanita tersebut bisa melakukan penundaan pengecekan kesehatan atau prenatal care yang nantinya memengaruhi kesehatan dari janin yang dikandungnya.
Di Amerika Serikat, persentase kehamilan yang tidak diinginkan pada tahun 2006 ada sebanyak 49%. Pada wanita dengan usia kurang dari 19 tahun, 4 dari 5 mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan wanita yang paling sering mengalami kehamilan yang tidak diinginkan adalah wanita yang belum menikah, wanita berkulit hitam, dan wanita dengan penghasilan maupun pendidikan yang masih kurang.
DILEMA ETIK
Dari sisi medis, kehamilan yang tidak diinginkan yang bahkan melakukan aborsi tidak dibenarkan karena melanggar beberapa aspek. Untuk itu wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seharusnya mendapatkan penjelasan dan tetap menjaga kesehatannya agar tidak membahayakan janin yang sedang dikandungnya. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan, yaitu otonomi, beneficence, nonmaleficience, dan justice. Pada prinsip otonomi, pasien memiliki perspektif berdasarkan apa yang mereka anggap benar dan apa yang mereka percaya. Dalam hal ini pasien memiliki hak untuk memilih ataupun menolak tindakan medis yang akan dilakukan. Perlu adanya penjelasan dari dokter mengenai tindakan medis yang akan dilakukan, sehingga pasien dapat memilih dengan tepat apakah akan melakukan atau menolak suatu tindakan medis. Dalam keadaan seperti sekarang ini, ada istilah keputusan atau otonomi pasien mendominasi hukum dan etik dalam medis. Untuk itu, agar hubungan antara dokter dan pasien berjalan semestinya, kepercayaan antar dokter dan pasien harus terbentuk dan terjaga. (Patil et al., 2014)
Prinsip kedua yang perlu diperhatikan adalah beneficence di mana seorang dokter harus mengevaluasi secara obyektif dan hati- hati apa saja metode diagnostik dan terapi yang tepat bagi pasien. Prinsip ketiga adalah nonmaleficience yang dalam prinsip ini dokter dituntut untuk memastikan dirinya tidak melakukakan kesalahan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien. Dalam kehamilan yang tidak diinginkan yang melakukan tindakan aborsi, perlu ditinjau lagi apakah memang alat- alat yang tersedia memadai atau tidak.
Prinsip keempat yang perlu ditinjau adalah justice. Prinsip ini menekankan keadilan dalam distribusi sumber kesehatan dan keputusan dalam memilih terapi. Dalam kehamilan yang tidak diinginkan bahkan hingga melakukan aborsi, prinsip justice ini yang dilanggar. Prinsip ini dilanggar karena janintersebut memiliki hak untuk hidup.
Di Indonesia sendiri ada hukum yang mengatur mengenai kehamilan yang tidak diinginkan yang melakukan tindakan aborsi. Tindakan aborsi diatur dalam pasal 75 UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu:
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi secara sejak usia dini kehamilan, yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat 2) dan ayat 3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam tindakan aborsi ilegal, hukuman akan dijatuhkan kepada ibu yang melakukan aborsi, praktisi kesehatan yang membantu melakukan aborsi, dan orang- orang yang mendukung terlaksananya aborsi. Hukuman tersebut tertera pada Pasal 229, 341- 343, 346- 349. Pada pasal 229, disebutkan bahwa:
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu kehamilannya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah , berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalanai pencarian maka akan dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Dari segi sosial dan kultural, kehamilan yang tidak diinginkan apalagi sampai melakukan aborsi merupakan tindakan yang menyalahi norma dan aturan yang berlaku di masyrakat. Hal ini dikarenakan orang yang melakukan aborsi berarti telah menjadi seorang pembunuh. Sanksi yang mungkin didapatkan dari masyarakat adalah dikucilkan dari lingkungan sekitarnya.
Selain dari segi medis dan sosial kultural, larangan juga datang dari sisi perspektif Islam. Wanita yang tidak menginginkan kehamilannya yang sampai tega melakukan aborsi akan mendapatkan hukuman, hal ini tercantum dalam Al- Quran pada Surat Al-Maidah: 32 dan At- Takwiir: 8-9, serta dari Hadist Riwayat Muslim. Pada Surat Al- Maidah: 32 disebutkan bahwa:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan- akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah- olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul- rasul Kami dengan membawa keterangan- keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh- sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”
Surat At- Takwiir: 8-9:
“Dan apabila bayi- bayi yang dikubur hidup- hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.”
Serta Hadist Riwayat Muslim:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut. Dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.” (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.)
PENDAPAT
Apabila seorang wanita mengalami unwanted pregnancy yang dikarenakan belum ingin mempunyai anak atau memang tidak ingin mempunyai anak sebaiknya tetap mengurus janin yang dikandungnya dengan sebaik- baiknya. Apabila wanita tersebut tidak merawat kandungannya, ada banyak prinsip etik yang dia langgar. Dari sisi medis terutama pada prinsip justice, dari sisi sosial kultural dia akan melanggar norma adat dan agama pula.
Hendaknya wanita yang sedang hamil meskipun kemhamilan tersebut tidak atau belum diinginkan untuk tetap bersyukur. Bersyukur karena diberi kepercayaan oleh Allah untuk memiliki keturunan. Banyak wanita di luar sana yang menginginkan memiliki keturunan tetapi masih belum mendapatkannya. Anak adalah karunia dari Allah yang hendaknya dijaga, dirawat, dan dididik sepenuh hati. Janganlah membenci atau marah karena apa yang kita benci bisa saja baik untuk kita.
KESIMPULAN
1. Unwanted pregnancy adalah kehamilan yang dialami oleh seoran wanita yang memang tidak ingin memiliki anak atau belum ingin memiliki anak;
2. Dari sisi medis, unwanted pregnancy melenceng dari prinsip justice;
3. Dari sisi sosial kultural, wanita yang tidak menginginkan kehamilannya yang bahkan melakukan aborsi akan melanggar norma dan adat yang berlaku di masyarakat;
4. Dari perpektif Islam, hendaknya kita memelihara umat manusia, apalagi anak kita. Hal ini tercantum dalam Surat Al- Maidah:32, At- Takwiir 8-9, dan Hadist Riwayat Muslim.
REFERENSI
Al- Quran dan Hadist (Surat Al- Maidah: 32, At-Takwiir 8-9, HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud)
CDC, 2015, Unintended Pregnancy Prevention, Centers of Disease Control and Prevention, Atlanta diakses pada 20 Desember 20:00
Patil, A., Dode, P., Ahhirad, A., 2014, Medical Ethics in Abortion, Indian Journal of Clinical Practice, Vol.25 No.6
Undang- undan Republik Indonesia No.36 tahun 2009
0 komentar:
Posting Komentar